Strategi Dakwah Rasulullah di Mekah dan Madinah (Orang yang pertama kali masuk Islam, Perang, Piagam Madinah, Huadaibiyah)

A. Strategi Dakwah Rasululah saw di Mekah
    Dalam mendakwahkan ajaran-ajaran Islam yang sangat fundamental dan universal, Rasulullah saw tidak sertamerta melakukannya dengan tergesa-gesa. Ia mengerti benar bagaimana kondisi masyarakat Arab saat itu yang bergelimang dengan kemaksiatan dan praktk-praktk kemunkaran. Mengubah pola pikir dan kebiasaan-kebiasaan atau adat-istadat bangsa Arab khususnya kaum Quraisy bukanlah perkara mudah. Kebiasaan yang telah dilakukan secara turun-temurun sejak ratusan tahun silam, ditambah lagi dengan pengaruh agama Nasrani dan Yahudi yang sudah dikenal lama bahkan sudah banyak penganutnya.
Tempat Strategi dakwah rasulullah di mekah
     Ada dua tahapan strategi yang dilakukan Rasulullah saw dalam menjalankan misi dakwah di Mekah, yaitu dakwah secara sembunyi-sembunyi yang hanya terbatas di kalangan keluarga dan sahabat terdekat dan dakwah secara terangterangan kepada khalayak ramai.
1. Rasulullah Dakwah di Mekah secara Rahasia/Diam-Diam (al-Da’wah bi al-Sirr)
    Agar tidak menimbulkan keresahan dan kekacauan di kalangan masyarakat Quraisy, Rasulullah saw memulai dakwahnya secara sembunyi-sembunyi (al-Da’wah bi al-Sirr). Hal tersebut dilakukan mengingat kerasnya watak suku Quraisy dan keteguhan mereka berpegang pada keyakinan dan penyembahan berhala. Pada tahap ini, Rasulullah saw memfokuskan dakwah Islam hanya kepada orang-orang terdekat, yaitu keluarga dan para sahabatnya. Rumah Rasulullah saw (Darul Arqam) dijadikan sebagai pusat kegiatan dakwah.
    Di tempat itulah, ia menyampaikan risalah-risalah tausiah dan ajaran Islam lainnya yang diwahyukan Allah Swt kepadanya. Rasulullah saw secara langsung menyampaikan dan memberikan penjelasan tentang ajaran Islam dan mengajak pengikutnya untuk meninggalkan agama nenek moyang mereka, yaitu dari menyembah berhala menuju penyembahan kepada Allah Swt. Karena sifat dan pribadinya yang sangat terpercaya dan terjaga dari hal-hal tercela, tanpa ragu para pengikutnya, baik dari kalangan keluarga maupun para sahabat menyatakan ketauhiḍan dan
keislaman mereka di hadapan Rasulullah saw.
    Orang-orang yang pertama kali masuk islam (as-sabiqunal awwalun) yang mengakui kerasulan Nabi Muhammad saw dan menyatakan keislamannya adalah:
  1. Siti Khadijah (istri)
  2. Ali bin Abi Ṭhalib (adik sepupu)
  3. Zaid bin Hariṣah (pembantu yang diangkat menjadi anak) dan
  4. Abu Bakar As Siddik (sahabat).
    Selanjutnya secara perlahan tetapi pasti, pengikut Rasulullah saw makin bertambah. Di antara mereka adalah Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Said bin Abi Waqas, Abdurrahman bin Auf, Ṭaha bin Ubaidillah, Abu Ubaidillah bin Jarrah, Fatmah bin Khatab dan suaminya Said bin Zaid al-Adawi, Arqam bin Abil Arqam, dan beberapa orang lainnya yang berasal dari suku Quraisy.
    Bagaimana ajaran Islam dapat diterima dan dianut oleh mereka yang sebelumnya terbiasa dengan adat-istadat masyarakat Arab yang begitu mengakar kuat? Bagaimana mereka meyakini agama baru yang dibawa oleh Rasulullah saw sebagai agama yang paling benar dan sempurna kemudian menjadi pemeluknya? Bagaimana pula reaksi orang-orang yang mengetahui bahwa mereka telah meninggalkan agama nenek moyang, yaitu menyembah berhala?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di antaranya adalah seperti berikut.
  1. Pribadi Rasulullah saw yang begitu luhur dan agung. Tidak pernah ia melakukan hal-hal yang tercela dan hina. Ia adalah pribadi yang sangat jujur dan amanah (al-Amin), sabar, bijaksana, dan lemah lembut dalam menyampaikan ajakan serta ajaran Islam.
  2. Ajaran Islam yang rasional, logis, dan universal, menghargai hak-hak asasi manusia, memberikan hak yang sama, keadilan, dan kepastian hidup setelah mati.
  3. Menyempurnakan ajaran-ajaran sebelumnya, yaitu ajaran-ajaran yang dibawa oleh para rasul terdahulu berupa penyembahan terhadap Allah Swt, berbuat baik terhadap sesama, menjaga kerukunan, larangan perbuatan tercela sepert membunuh, berzina, dan lain sebagainya.
  4. Kesadaran akan tradisi dan kebiasaan-kebiasaan lama yang begitu jauh dari nilai-nilai ketuhanan dan nilai-nilai kemanusiaan.
    Berdakwah secara diam-diam atau rahasia (al-Da’wah bi al-Sirr) ini dilaksanakan Rasulullah saw selama lebih kurang tiga tahun. Setelah memperoleh pengikut dan dukungan dari keluarga dan para sahabat, selanjutnya Rasulullah saw mengatur strategi dan rencana agar ajaran Islam dapat diajarkan dan disebarluaskan secara terbuka.
2. Rasulullah Dakwah di Mekah secara Terang-terangan (al-Da’wah bi al-Jahr)
    Dakwah secara terang-terangan (al-Da’wah bi al-Jahr) dimulai ketika Rasulullah saw menyeru kepada orang-orang Mekah. Ia berdiri di atas sebuah bukit dan berteriak dengan suara lantang memanggil mereka. Beberapa keluarga Quraisy menyambut seruannya. Kemudian, ia berpaling kepada sekumpulan orang sambil berkata, “Wahai orang-orang! Akankah kalian percaya jika saya katakan bahwa musuh Anda sekalian telah bersiaga di sebelah bukit (Safa) ini dan berniat menyerang nyawa dan harta kalian?” Mereka menjawab, “Kami tak mendengar Anda berbohong sepanjang hayat kami.” Ia lalu berkata, “Wahai bangsa Quraisy! Selamatkanlah dirimu dari neraka. Saya tak dapat menolong Anda di hadapan Allah Swt. Saya peringatkan Anda sekalian akan siksaan yang pedih!” Ia menambahkan, “Kedudukan saya sepert penjaga, yang mengamat musuh dari jauh dan segera berlari kepada kaumnya untuk menyelamatkan dan memperingatkan mereka tentang bahaya yang akan datang.”
    Seiring dengan itu, turun pula wahyu Allah Swt agar Rasulullah saw melakukannya secara terang-terangan dan terbuka. Mengenai hal tersebut, Allah Swt berfirman:
 فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
artinya: “Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang yang musyrik.” (Q.S.al-Hijr [15]:94).

Juga dalam firman Allah dalam Q.S. asy-Syua’ara ayat 214-216, yang berbunyi:
وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
فَإِنْ عَصَوْكَ فَقُلْ إِنِّي بَرِيءٌ مِّمَّا تَعْمَلُونَ
Artinya: Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang beriman yang mengikutimu. Kemudian jika mereka mendurhakaimu maka katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. asy-Syua’ara [26]:214-216)

     Berdasarkan ayat-ayat di atas, Rasulullah saw yakin bahwa sudah saatnya ia dan para pengikutnya untuk menyebarluaskan ajaran Islam secara terbuka dan terang-terangan. Dengan dukungan istrinya Siti Khadijah, paman yang seta membelanya, yaitu Abu Talib, serta para sahabat dan pengikutnya yang seta ditambah pula dengan keyakinan bahwa Allah Swt senantasa menyertai, dimulailah dakwah suci ini. Pertamatama dakwah dilakukan kepada sanak keluarga, kemudian kepada kaumnya, dan penduduk Kota Mekah yang saat itu penyembahannya kepada berhala begitu kuat.
    Dari kalangan keluarga, ia mengajak paman-pamannya termasuk Abu Lahab dan Abu Jahal yang terkenal sangat menentang dakwah Rasul. Mereka menolak mentah-mentah ajakan Rasulullah saw dengan mengatakan bahwa agama merekalah yang paling benar. Penolakan yang disertai ejekan, cemoohan, hinaan bahkan ancaman tersebut tidak lantas membuat Rasulullah saw berputus asa dan berhent melakukan dakwah. Namun, beliau makin tertantang untuk terus
mengajak masyarakat memeluk agama tauhid.
    Melihat kenyataan tersebut, Abu Lahab, Abu Sufyan, dan kalangan bangsawan serta pemuka Quraisy lainnya meminta para penyairpenyair Quraisy untuk mengolok-olok dan mengejek Nabi Muhammad saw. Selain itu, mereka juga menuntut Muhammad untuk menampilkan mukjizatnya sepert apa yang telah ditampilkan oleh Musa as. dan Isa as. Sepert menjadikan bukit safa dan Marwah berubah menjadi bukit emas, menghidupkan orang yang sudah mat, menghalau bukit-bukit yang mengelilingi Mekah, memancarkan mata air yang lebih baik dari zam-zam. Tidak sampai di situ, bahkan mereka mengolok-olok Nabi dengan menyatakan mengapa Allah Swt tidak menurunkan wahyu tentang harga barang-barang dagangan agar mereka dapat berspekulasi.
    Semua cemoohan, ejekan, dan ancaman yang ditujukan kepada Rasulullah saw dan para pengikutnya makin melecut semangat Rasulullah saw dengan terus bertambahnya jumlah pengikutnya. Pelan tetapi pasti, pengaruh Rasulullah saw dan ajaran Islam semakin diterima oleh masyarakat Mekah yang telah muak dengan praktik-praktik kotor jahiliah. Kenyataan ini mendorong para pemuka Quraisy datang kembali kepada Abu Talib, paman yang selalu membela Rasul. Mereka membawa seorang pemuda yang gagah yang bernama Umarah bin al-Walid bin al-Mugirah untuk ditukarkan dengan Nabi Muhammad saw yang ditolak oleh Abu Talib. Nabi Muhammad saw terus saja berdakwah.
    Untuk yang ketiga kalinya, para pembesar Quraisy datang kepada Abu Ṭalib. Mereka berkata, “Wahai Abu Ṭalib, Anda orang yang terhormat dan terpandang di kalangan kami. Kami telah meminta Anda untuk menghentikan kemenakanmu, tetapi Anda tidak juga memenuhi tuntutan kami! Kami tidak akan tnggal diam menghadapi orang yang memaki nenek moyang kami, tidak menghormat harapan-harapan kami, dan mencaci-maki berhala-berhala kami. Sebaiknya, Anda sendirilah yang menghentkan kemenakan Anda, atau jika tidak, kami akan lawan hingga salah satu pihak binasa”.
    Sejak saat itu, orang-orang Quraisy mencaci-maki dan menyiksa kaum muslimin tidak terkecuali Nabi sendiri. Peristwa yang paling terkenal adalah penyiksaan Bilal (seorang budak dari Abisinia). Ia dipaksa untuk melepaskan agama, dicambuk, dicampakkan di padang pasir, dan dadanya ditindih dengan batu yang lebih besar dari badannya. Dalam siksaan semacam itu, Bilal tetap teguh dengan keyakinannya; mulutnya terus mengucapkan Ahad, Ahad, ... (Allah Maha Esa, Allah Maha Esa).
    Bilal terus menerus mengalami siksaan hingga ia dibeli oleh Abu Bakar Siddik. Sebagai orang kaya, Abu Bakar banyak sekali memerdekakan budak di antaranya adalah budak perempuan Umar bin Khattab. Meskipun Nabi Muhammad saw telah mendapat perlindungan dari Banu Hasyim dan Banu Mutalib, ia masih juga mengalami penyiksaan. Ummu Jamil, istri Abu Lahab, melemparkan najis ke depan rumahnya. Demikian juga Abu Jahal yang melemparkan isi perut kambing kepada Nabi Muhammad saw ketika ia sedang salat. Intmidasi dan penyiksaan yang dialami oleh Nabi Muhammad saw dan para pengikutnya berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama. Kian hari kian keji siksaan yang mereka terima. Namun demikian, Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya tetap tabah dan terus memelihara dan meningkatkan keyakinan dan keimanan mereka.

    Demikianlah, setiap hari jumlah pengikut Nabi Muhammad saw terus bertambah. Kenyataan ini menyesakkan dada kaum Quraisy. Oleh karena itu, mereka mengutus Utbah bin Rabi’ah untuk bertemu dengan Nabi Muhammad saw. Dalam pertemuannya dengan Nabi Muhammad saw ia mengatakan, “Wahai anakku, dari segi keturunan engkau mempunyai tempat (bermartabat) di kalangan kami. Kini engkau membawa perkara besar yang menyebabkan kaum Quraisy terpecah belah. Kini dengarkanlah, kami akan menawarkan beberapa hal. Kalau engkau menginginkan harta, kami siap mengumpulkan harta kami sehingga engkau menjadi yang terkaya di antara kami. Jika engkau menginginkan pangkat atau jabatan, kami akan angkat engkau menjadi pemimpin kami; kami tak akan memutus satu perkara tanpa persetujuanmu. Kalau kedudukan raja yang engkau cari, kami akan menobatkan engkau menjadi raja. Jika engkau mengidap penyakit syaraf yang tidak dapat engkau sembuhkan, maka akan kami usahakan penyembuhannya dengan biaya yang kami tanggung sendiri hingga engkau sembuh”. Mendengar tawaran itu, Nabi Muhammad saw membacakan surat al-Sajdah kepada Utbah. Ia terdiam dan tertegun serta insaf bahwa ia berhadapan dengan seorang yang tidak gila harta, tidak berambisi pada kekuasaan, dan bukan pula orang yang gila.
    Utbah kembali kepada Quraisy dan menceritakan pengalamannya ketika bertemu dengan Nabi Muhammad saw serta menyarankan agar mereka membiarkan Nabi Muhammad saw berhubungan secara bebas dengan semua orang Arab. Usul Utbah tentu tidak dapat mereka terima, sebab mereka belum merasa puas jika belum mengalahkan Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, mereka meningkatkan penyiksaan baik kepada Nabi Muhammad saw maupun kepada para pengikutnya.
    Dengan semangat kerasulannya serta keyakinan akan kebenaran ajaran Ilahi, gerakan dakwah Rasulullah saw makin tersebar luas. Teman, sahabat, bahkan orang yang tidak dikenalnya, baik dari kalangan bangsawan terhormat maupun dari golongan hamba sahaya banyak yang mendengar dan memahami ajaran Islam, kemudian memeluk agama Islam dan beriman kepada Allah Swt. Rasulullah saw makin tegas, lantang dan berani, tetapi tetap komitmen terhadap tugas, fungsi, dan wewenangnya sebagai rasul utusan Allah Swt.

Baca juga: Substansi Dakwah Rasulullah di Mekah dan Madinah Lengkap 😊
Strategi Dakwah Rasulullah di Mekah dan Madinah

B. Strategi Dakwah Nabi saw di Madinah

    Strategi yang dilakukan Rasulullah untuk berdakwah di Madinah berbeda dengan di Mekah, strategi tersebut adalah dengan:
1. Meletakkan Dasar-Dasar Kehidupan Bermasyarakat
    Sesampainya di Madinah, Nabi Muhammad saw segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar-dasar kehidupan bermasyarakat yang dibangun Nabi adalah seperti berikut.
a. Membangun masjid.
    Masjid yang dibangun Nabi Muhammad saw tidak saja dijadikan sebagai pusat kehidupan beragama (beribadah), tetapi sebagai tempat bermusyawarah, tempat mempersatukan kaum muslimin agar memiliki jiwa yang kuat, dan berfungsi sebagai pusat pemerintahan.
b. Membangun ukhuwah Islamiyah.
    Dalam hal ini, Nabi Muhammad saw mempersaudarakan Kaum Ansar (Muslim Madinah) dengan Kaum Muhajirin (Muslim Mekah). Beliau mempertemukan dan mengikat Kaum Ansar dan Muhajirin dalam satu hubungan kekeluargaan dan kekerabatan. Dengan demikian, Nabi Muhammad saw telah membangun sebuah ikatan persaudaraan tidak saja semata-mata dikarenakan hubungan darah, tetapi oleh ikatan agama (ideologi).
c. Menjalin persahabatan dengan pihak-pihak lain yang nonmuslim.
    Untuk menjaga stabilitas di Madinah, Nabi Muhammad saw menjalin persahabatan dengan orang-orang Yahudi dan Arab yang masih menganut agama nenek moyangnya. Sebuah piagam pun dibuat yang kemudian dikenal dengan Piagam Madinah.
Isi Piagam Madinah yaitu:
  1. Persamaan hak dan menjamin kebebasan beragama bagi orang-orang Yahudi.
  2. Setiap orang dijamin keamanannya dan diberikan kebebasan dalam hak-hak politik dan keagamaan. Setiap orang wajib menjaga keamanan Madinah dari serangan luar.
  3. Nabi Muhammad saw menjadi kepala pemerintahan dan karena itu otoritas mutlak diserahkan kepada beliau.

Terbentuknya negara Madinah membuat Islam makin kuat. Pada sisi lain, timbul kekhawatran dan kecemasan yang amat tinggi di kalangan Quraisy dan musuh-musuh Islam lainnya. Kenyataan ini mendorong orang Quraisy dan yang lainnya melakukan berbagai macam bentuk ancaman dan gangguan. Untuk itu, Nabi Muhammad saw mengatur siasat dan membentuk pasukan perang serta mengadakan perjanjian dengan berbagai kabilah yang ada di sekitar Madinah. Upaya kaum muslimin
mempertahankan Madinah melahirkan banyak peperangan.
Berikut diuraikan beberapa peperangan yang terjadi antara kaum muslimin dengan musuh-musuh mereka.
a. Perang Badar
    Perang Badar merupakan peperangan yang pertama kali terjadi dalam sejarah Islam. Perang ini berlangsung antara kaum muslimin melawan musyrikin Quraisy. Peperangan ini terjadi pada tanggal 8 Ramadan tahun ke-2 Hijrah. Dengan perlengkapan yang sederhana, Nabi Muhammad saw dengan 305 orang pasukannya berangkat ke luar Madinah. Kira-kira 120 km dari Madinah, tepatnya di Badar,
pasukan Nabi bertemu dengan pasukan Quraisy berjumlah antara 900- 1.000 orang. Dalam peperangan ini, Nabi Muhammad saw dan kaum muslimin berhasil memperoleh kemenangan.
    Setelah kemenangan ini, salah satu suku Badui yang kuat tertarik untuk mengikat perjanjian damai dengan Nabi Muhammad saw. Tak lama kemudian, Nabi menyerang suku Yahudi Madinah dan Qainuqa’ yang turut berkomplot dengan orang Quraisy Mekah. Orang-orang Yahudi ini akhirnya meninggalkan Madinah dan menetap di Adri’at, perbatasan Syria.
b. Perang Uhud
    Kekalahan dalam Perang Badar makin menimbulkan kebencian Quraisy kepada kaum muslimin. Karena itu, mereka bersumpah akan menuntut balas kekalahan tersebut. Pada tahun ke-3 Hijrah, mereka berangkat ke Madinah dengan membawa 3000 pasukan berunta, 200 pasukan berkuda, dan 700 orang di antara mereka memakai baju besi. Pasukan ini dipimpin oleh Khalid bin Walid. Kedatangan pasukan Quraisy ini disambut Nabi Muhammad saw dengan sekitar 1.000 pasukan.
    Ketika pasukan Nabi Muhammad saw melewat batas kota, Abdullah bin Ubay menarik 300 pasukan yang terdiri atas orang Yahudi dan kembali ke Madinah. Dengan pasukan yang masih tersisa 700 orang, Nabi Muhammad saw melanjutkan perjalanan. Pasukan Nabi Muhammad saw dan pasukan Quraisy bertemu di Bukit Uhud. Perang besar pun berkobar. Mula-mula pasukan berkuda Khalid bin Walid gagal menembus dan menaklukkan pasukan pemanah Nabi. Pasukan Quraisy kocar-kacir. Namun, kemenangan yang sudah di ambang pintu gagal diraih karena pasukan Nabi Muhammad saw, termasuk pasukan pemanah, tergoda oleh harta peninggalan musuh.
    Pasukan Khalid bin Walid berbalik menyerang; pasukan pemanah dapat dilumpuhkan dan satu per satu pasukan Nabi berguguran di medan pertempuran. Dalam pertempuran ini, sekitar 70 orang pasukan Nabi gugur sebagai syuhada’. Setelah peperangan ini, Nabi Muhammad saw menindak tegas Abdullah bin Ubay dan pasukannya. Bani Nadir, satu dari dua suku Yahudi Madinah yang berkomplot dengan Abdullah bin Ubay, diusir dari Madinah. Kebanyakan mereka pergi dan menetap di Khaibar.
c. Perang Ahzab/Khandaq
    Bani Nadir yang menetap di Khaibar berkomplot dengan musyrikin Quraisy untuk menyerang Madinah. Pasukan gabungan mereka berkekuatan 24.000 pasukan. Pasukan ini berangkat ke Madinah pada tahun ke-5 Hijrah. Atas usul Salman al-Farisi, umat Islam menggali Parit untuk pertahanan. Oleh karena itu, perang ini disebut dengan Perang Khandaq (Parit). Selain itu, peperangan ini disebut dengan Perang Ahzab (sekutu beberapa suku) karena Bani Nadir (orang Yahudi yang terusir dari Madinah), musyrikin Quraisy, dan beberapa suku Arab yang masih musyrik berkomplot melawan pasukan Islam.
    Pasukan musuh yang hendak masuk ke Madinah tertahan oleh parit. Karena itu, mereka mengepung Madinah dengan membangun kemah-kemah di luar parit. Pengepungan ini berlangsung selama satu bulan dan berakhir setelah badai kencang menerpa dan memporakporandakan kemah-kemah mereka. Kenyataan ini memaksa pasukan Ahzab menghentkan pengepungan dan kembali ke negeri masingmasing tanpa mendapat hasil apa pun.
    Dalam suasana kritis, orang-orang Yahudi dan Bani Quraizah di bawah pimpinan Ka’ab bin Asad melakukan pengkhiatan. Setelah musuh menghentkan pengepungan dan meninggalkan Madinah, para pengkhianat itu dihukum mat.
d. Perang Hunain
    Meskipun Mekah telah ditaklukkan, tidak semua suku Arab bersedia tunduk kepada Nabi Muhammad saw. Ada dua suku yang masih melakukan perlawanan terhadap Nabi Muhammad saw, yaitu Bani saqif di Taif dan Bani Hawazin di antara Mekah dan Taif. Kedua suku ini berkomplot melawan Nabi Muhammad saw dengan alasan menuntut balas atas berhala-berhala mereka (yang ada di Ka’bah) yang dihancurkan oleh tentara Islam ketka penaklukan Mekah. Dengan kekuatan 12.000 pasukan di bawah pimpinan Nabi Muhammad saw, tentara Islam berangkat menuju Hunain. Dalam waktu singkat Nabi Muhammad saw dan pasukannya dapat menumpas pasukan musuh. Dengan takluknya Bani saqif dan Bani Hawazin, seluruh jazirah Arab di bawah kekuasaan Nabi Muhammad saw.
e. Perang Tabuk
    Perang Tabuk merupakan perang terakhir yang diikut oleh Nabi Muhammad saw.. Perang ini terjadi karena kecemburuan dan kekhawatran Heraklius atas keberhasilan Nabi Muhammad saw menguasai seluruh jazirah Arab. Untuk itu, Heraklius menyusun kekuatan yang sangat besar di utara Jazirah Arab dan Syria yang merupakan daerah taklukan Romawi. Dalam pasukan besar ini bergabung Bani Gassan dan Bani Lachmides.
    Menghadapi peperangan ini, banyak sekali kaum muslimin yang “mendafar” untuk turut berperang. Olah karena itu, terhimpun pasukan yang sangat besar. Melihat besarnya jumlah tentara Islam, pasukan Romawi menjadi ciut nyalinya dan kemudian menarik diri, kembali ke negerinya. Nabi Muhammad saw tidak melakukan pengejaran, tetapi berkemah di Tabuk. Dalam kesempatan ini, Nabi membuat perjanjian dengan penduduk setempat. Dengan demikian, wilayah perbatasan itu dapat dikuasai dan dirangkul masuk dalam barisan Islam.

2. Surat Nabi Muhammad saw kepada Para Raja
    Genjatan senjata antara Nabi Muhammad saw dengan musyrikin Quraisy telah memberi kesempatan kepada Nabi Muhammad saw untuk melirik negeri-negeri lain sambil memikirkan cara berdakwah ke sana. Salah satu cara yang ditempuh Nabi Muhammad saw adalah dengan berkirim surat kepada raja-raja, para penguasa negeri-negeri tersebut.
    Di antara raja-raja yang dikirimi surat oleh Nabi Muhammad saw adalah raja Gassan, Mesir, Abisinia, Persia, dan Romawi. Tidak satu pun dari raja-raja tersebut menyambut dan menerima ajakan Nabi Muhammad saw. Semuanya menolak dengan cara yang beragam. Ada yang menolak dengan baik dan simpat dan ada pula yang menolak dengan kasar seperti yang dilakukan oleh Raja Gassan. Ia tidak sekadar menolak, bahkan utusan Nabi Muhammad sa  ia bunuh dengan kejam.
    Untuk membalas perlakuan Raja Gassan, Nabi Muhammad saw menyiapkan 3.000 orang pasukan. Peperangan terjadi di Mu’tah, sebelah utara Jazirah Arab. Pasukan Islam kesulitan menghadapi tentara Raja Gassan yang dibantu oleh Romawi. Beberapa orang pasukan muslim gugur sebagai syuhada’ dalam pertempuran itu. Melihat kenyatan ini, komandan pasukan, Khalid bin Walid menarik pasukannya dan kembali ke Madinah.

3. Penaklukan Mekah
    Pada tahun ke-6 Hijrah, ketika haji telah disyariatkan, Nabi Muhammad saw dengan 1.000 orang kaum muslimin berangkat ke Mekah untuk melaksanakan ibadah haji. Karena itu, Nabi Muhammad saw beserta kaum muslimin berangkat dengan pakaian iḥram dan tanpa senjata. Sebelum sampai di Mekah, tepatnya di Hudaibiyah, Nabi Muhammad saw dan kaum muslimin tertahan dan tidak boleh masuk ke Mekah. Sambil menunggu izin untuk masuk ke Mekah, Nabi saw dan kaum muslimin berkemah di sana. Nabi Muhammad saw dan kaum muslimin tidak mendapat izin memasuki Mekah dan akhirnya dibuatlah Perjanjian Hudaibiyah.
Isi Perjanjian Hudaibiyah
    Perjanjian Hudaibiyah berisi lima kesepakatan, yaitu:
  1. Kaum muslimin tidak boleh mengunjungi Ka’bah pada tahun ini dan ditangguhkan sampai tahun depan.
  2. Lama kunjungan dibatasi sampai tiga hari saja.
  3. Kaum muslimin wajib mengembalikan orang-orang Mekah yang melarikan diri ke Madinah. Sebaliknya, pihak Quraisy menolak untuk mengembalikan orang-orang Madinah yang kembali ke Mekah. selama sepuluh tahun dilakukan genjatan senjata antara masyarakat Madinah dan Mekah.
  4. Tiap kabilah yang ingin masuk ke dalam persekutuan kuam Quraisy atau kaum muslimin, bebas melakukannya tanpa mendapat rintangan.
Dengan adanya perjanjian ini, harapan untuk mengambil alih Ka’bah dan menguasai Mekah kembali terbuka. Ada dua faktor yang mendorong Nabi Muhammad saw untuk menguasai Mekah. Pertama, Mekah adalah pusat keagamaan bangsa Arab. Apabila Mekah dapat dikuasai, penyebaran Islam ke seluruh Jazirah Arab akan dapat dilakukan. Kedua, orang-orang Quraisy adalah orang-orang yang mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar. Dengan dikuasainya Mekah, kemungkinan besar orang-orang Quraisy, yang merupakan suku Nabi Muhammad saw sendiri, akan memeluk Islam. Dengan Islamnya orang-orang Quraisy, Islam akan mendapat dukungan yang besar. Setahun kemudian, Nabi Muhammad saw bersama kaum muslimin melaksanakan ibadah haji sesuai dengan perjanjian. Dalam kesempatan ini banyak penduduk Mekah yang masuk Islam karena melihat kemajuan yang diperoleh oleh penduduk Madinah.
    Dua tahun Perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam telah menjangkau seluruh Jazirah Arab dan mendapat tanggapan positif. Prestasi ini, menurut orang Quraisy, dikarenakan adanya Perjanjian Hudaibiyah. Oleh karena itu, secara sepihak mereka membatalkan perjanjian tersebut. Nabi Muhammad saw segera berangkat ke Mekah dengan 10.000 orang tentara. Tanpa kesulitan, Nabi Muhammad saw dan pasukannya memasuki Mekah dan berhala-berhala di semua sudut negeri dihancurkan. Setelah itu, Nabi Muhammad saw berkhutbah memberikan pengampunan bagi orang-orang Quraisy. Dalam khutbah itu Nabi Muhammad saw menyatakan “siapa yang menyarungkan pedangnya ia akan aman, siapa yang masuk ke Masjidil Haram ia akan aman, dan siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan ia juga akan aman.” Setelah khutbah itu, penduduk Mekah datang berbondong-bondong dan menyatakan diri sebagai muslim. Sejak peristwa itu, Mekah berada di bawah kekuasaan Nabi Muhammad saw.
    Keislaman penduduk Mekah memberikan pengaruh yang sangat besar kepada suku-suku di berbagai pelosok Arab. Oleh karena itu, pada tahun ke-9 dan 10 Hijrah (630–631 M) Nabi Muhammad saw menerima berbagai delegasi suku-suku Arab sehingga tahun itu disebut dengan tahun perutusan. Sejak itu, peperangan antarsuku telah berubah menjadi saudara seagama dan persatuan Arab pun terwujud. Nabi Muhammad saw kembali ke Madinah. Ia mengatur organisasi masyarakat Arab yang telah memeluk Islam. Petugas keamanan dan para da’i dikirim ke daerah-daerah untuk mengajarkan Islam, mengatur peradilan, dan memungut zakat. Dua bulan kemudian, Nabi Muhammad saw jatuh sakit, dan pada 12 Rabi’ul Awwal 11 H bertepatan dengan 8 Juni 632 M ia wafat di rumah istrinya, Aisyah.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Strategi Dakwah Rasulullah di Mekah dan Madinah (Orang yang pertama kali masuk Islam, Perang, Piagam Madinah, Huadaibiyah)"

Posting Komentar