Contoh Kutipan Novel "Balada si Roy" karya Gola Gong

Contoh Kutipan Novel "Balada si Roy" karya Gola Gong

Ada berpuluh-puluh motor malam ini, berbagai jenis, berkumpul di kuburan Cina. Mereka masih berkelompok, merencanakan taktik yang tepat untuk memenangkan balapan motor ini.
Rutenya Serang–Anyer, sejauh 45 km.

”Roy!” teriak Dulah. ”Malam ini riwayatmu habis!” Katanya ketus dan sombong. Si bandel hanya mengepalkan tinjunya.
Berpuluh-puluh motor melesat bagai peluru.
Deru mesinnya menembus langit. Mengganggu tidurnya dewa-dewi. Mengganggu heningnya alam.
Ketajaman mata, rasa percaya diri, dan konsentrasi dibutuhkan sekali pada balapan seperti ini. Di mana kondisi jalan yang bergelombang, berlubang, dan gelap, siap menjerumuskan kita ke malapetaka yang dahsyat.

Belum lagi di kiri-kanan, motor-motor yang melesat bagai anak panah, dengan deru mesinnya yang
menusuk telinga dan mencengkeram jantung sehingga kemungkinan bersenggolan dan bertabrakan besar sekali. Juga tikungan-tikungan yang kalau malam hari seperti tidak ada habisnya, biasanya menjadi arena yang paling mengerikan.


Tapi anehnya, mereka tidak memedulikan maut yang selalu mengintai.
Garis finis semakin dekat. Motor-motor kesetanan.
”Ayo, Roy!” Dulah berteriak menandingi deru mesin.
Roy terus melesat. Orang-orang mengubernya. Angin menampar wajah mereka. Bintanggemintang bertepuk riuh memeriahkan pekik mereka. Pekik para berandal. Gelora para berandal.
Yang menganggap hidup ini hanya sekali dan direguk sepuas-puasnya.
Bumi semakin terbakar oleh gelora mereka.
Akhirnya mereka kelelahan. Deru knalpot pun begitu. Pekik mereka juga. Geloranya juga.
Semuanya tertelan debur ombak, tenggelam ke dasarnya. Terhirup angin pantai, terseret ke tengah
lautan.


Ya, mereka kelelahan.
Api unggun pun dinyalakan. Pesta hura-hura dengan air kenikmatan dan asap memabukkan membius mereka. Sampai kokok ayam pertama kedengaran mereka merayakannya.
”Aku mengaku kalah, Roy,” Dulah menyodorkan tangannya.
Mereka berjabat tangan. Hangat dan erat.
Permusuhan sudah terkubur ke perut bumi, ke dasar lautan. Kadangkala persahabatan bisa dimulai dari mana saja. Ada yang dimulai dengan adu jotos dulu, sebatang rokok, atau mungkin kalian punya cara sendiri?
Mereka duduk di tepi pantai. Debur ombak berdebur di hati mereka. Perkelahian tempo hari itu tiba-tiba melintas di benak mereka.
”Joe mati di sini, Roy!”
Dulah melirik Roy. Dia gelisah sekali. ”Aku memang pantas kamu benci, Roy. Di pantai ini
Joe, anjing herdermu, kami bunuh. Aku memang yang menyuruh kawan-kawan untuk melakukan itu.”
”Aku menyesal sekali, Roy. Maafkan aku.”
Roy sebenarnya marah sekali ketika mendengar kalimat Dulah tadi. Semuanya bangkit lagi.

Meluap lagi sampai ke ubun-ubunnya. Tapi Dulah kini meminta maaf, Roy! Tuhan saja Maha Pengampun. Masa kamu kebalikannya, Roy?
Roy melemparkan amarahnya ke laut, kuatkuat, lewat batu kerikil. Dia lantas tersenyum, menepuk-nepuk bahu Dulah. ”Bagiku, hidup bukan untuk saling membenci, Dul. Tapi saling menghargai. Mengasihi.”
”Kita lelaki, sama-sama punya kekuatan dan keberanian. Itu tergantung kepada kita, apakah bisa memanfaatkannya dengan baik. Atau hanya untuk ugal-ugalan dan sok jagoan.”
”Aku harus banyak belajar dari kamu, Roy.”
Roy tertawa kecil, ”Belajarlah dari alam, dari sekelilingmu, Kawan! Karena alam adalah guru kita yang paling bijaksana,” dia merangkul bahu sobat barunya.
(Dikutip dari Balada Si Roy, karya Gola Gong)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Contoh Kutipan Novel "Balada si Roy" karya Gola Gong"

Posting Komentar